Kamu cukup sudah terkejut belum kalaupun nyatanya D.I Yogyakarta yang terlihat demikian bersahaja sebagai satu diantara ‘sentra’ masalah bunuh diri paling besar di Indonesia? Serta Gunungkidul jadi seperti episentrumnya
Ada satu mitos (terserah pengin yakin apa tidak, namanya mitos), kalau yang kerjakan bunuh diri di Gunungkidul hanya beberapa orang yang kelahiran (asli) Gunungkidul. Mempunyai arti, anak-cucu beberapa orang pribumi Gunungkidul. Meskipun begitu, konon bila yang berkaitan udah keluar dari Gunungkidul (hidup di wilayah lain), kecil kemungkinannya untuk kerjakan aksi itu.
Begitupun sebaliknya, untuk beberapa orang yang bukan kelahiran (trah) Gunungkidul, meskipun mereka tinggal dari sana, dapat dijelaskan mereka ‘terbebas’ dari peluang kerjakan bunuh diri. Warga ditempat yakin, pertanda bunuh diri di Gunungkidul sebagai satu momen ‘khas’, yang berhubungan dengan ‘kosmos’ ditempat.
Lucunya gini, warga sebenarnya demikian menantang serta mengutuk aksi ragam bunuh diri ini. Bahkan juga di waktu dulu, dengan tradisi udah ada persetujuan perihal sangsi hukuman pada pelakunya
bahkan juga karena sangat laknatnya, ada yang menguburkan dengan sungsang lo, sadis!
Misalnya, memperlakukan mayat pemeran bunuh diri di luar agama serta kepantasan yang berlaku; tidak dengan dimandikan, dikafani, diselamati, dan lain-lain. Sadis kan? Karena sangat tidak sepakatnya warga ditempat pada aksi keji yang menyelesaikan kehidupan diri pribadi. Meskipun demikian, anehnya kabupaten Gunungkidul serta masalah bunuh diri udah miliki kekhasan jalinan yang ‘khas.’
Kamu beneran pengin tahu setinggi apa masalah bunuh diri di kabupaten yang miliki jejeran pantai-pantai dengan view fantastis ini? Dalam enam bulan, mulai sejak Januari sampai Juni 2016 ini, udah ada 20 masalah bunuh diri di Gunungkidul. Karena sangat mengkhawatirkannya, Pemkab Gunungkidul lantas udah bergerak untuk membuat satgas anti-bunuh diri.
September 1999, awal media ‘merekam’ cerita bunuh diri penduduk Dusun Wuluh. Saat itu, bunuh diri yang dilaksanakan Miyem membuat situasi demikian menegangkan
bunuh dianya itu langkahnya tetap sama, gantung diri
Dusun Wuluh mendadak diselimuti duka. Sabtu Pon, 25 September 1999, penduduk ditempat dihebohkan dengan bunuh dianya Miyem. Walau sebenarnya, dusun itu sekian tahun terhitung ‘aman,’ bunuh diri paling akhir berlangsung pada tahun 1957. Namun siang itu, mendekati adzan dzuhur, Miyem diketemukan terkait pada dahan akasia di tegal punya orang tuanya yang terdapat di sisi timur dusun. Tali yang digunakan menggantung yaitu selendang merah kecintaannya. Kamu beneran pingin tahu seperti apa situasinya? Lidahnya terjulur, mulutnya berbusa, mata terbeliak, air kencing serta kotoran turut keluar, menyebarkan berbau busuk ke sekelilingnya.
Sesudah jenazah dibawa pergi, pohon akasia itu selekasnya ditebang. Rumput ilalang yang tumbuh disekitarnya lantas dibabat serta dibikin bersih. Potongan-potongan kayu serta rumput ditumpuk, disiram minyak, lantas dibakar. Konon, perlakuan itu untuk menghambat biar tempat itu tidak berubah menjadi angker, wingit, atau berubah menjadi sarang hantu.
Masalah Miyem saat itu, serta beberapa kasus bunuh diri di Gunungkidul sampai saat ini, disebut ada hubungan dengan hadirnya pulung gantung
Menurut keyakinan warga ditempat, bentuk pulung gantung seperti bintang berbuntut yang tampak lebih kurang maghrib sampai jam sembilan malam. Bila pulung itu jatuh di satu tempat, pemukiman atau pedusunan, kebanyakan tidak lama dari sana dapat ada orang menggantung.
Memang jaman udah berganti, tetapi kamu tidak dapat mempersalahkan penduduk yang masih meyakini pertanda satu ini. Karena, entahlah kebetulan atau apa, kalaupun ada rumah yang nampak keruntuhan pulung gantung, selang beberapa saat tentu ada bagian keluarga di dalam rumah itu yang kerjakan bunuh diri.
“Saya sempat diberitakan penduduk, bila menyaksikan sinar yang diyakini jadi pulung gantung jatuh di dalam rumah anak buah saya, serta kebetulan ia wafatnya bunuh diri,” kata Dukuh Kayubimo, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Sutino, diberitakan dari Okezone.
Menurut tradisi ditempat, satu diantara langkah mengusir pulung gantung yaitu dengan membunyikan kentongan atau pecut pada jam-jam pulung itu tampak
Beberapa hari mulai sejak kematian Miyem, tiap-tiap mendekati maghrib, Dusun Wuluh mendadak berubah menjadi berisik. Upacara ritual itu tetap mulai dengan beberapa anak yang memukul kentongan bersahutan melingkari kampung. Seterusnya, beberapa orang yang udah lihai mainkan pecut dapat memainkannya waktu malam kian kelam. Suaranya meletus-letus, serupa bunyi tembakan. Menyodok kesunyian, mengungkap kegelapan alam pedusunan. Silakan kamu renungkan.
Dua minggu sesudah wafatnya Miyem, pasnya Sabtu Pahing, 9 Oktober 1999. Penduduk Dusun Karang terhenyak. Kentongan mengeluarkan bunyi, dari mulut ke mulut mengalir berita, Wongso Sangkan mati menggantung diri di bukit belakang tempat tinggalnya. Saat itu juga mereka menanyakan, apa benar kematian ini sebagai ‘kelanjutan’ dari pulung gantung yang ‘memangsa’ Miyem dua minggu yang lampau? Walau sebenarnya kalaupun dipikir dengan pemikiran, lelaki 80 tahun itu benar-benar tidak miliki soal dalam kehidupannya. Di umur yang senja, ia terhitung orang kaya di desanya, masih kuat serta lincah. Ia udah dirikan rumah, buka tanah, membuat terasering, menikahkan anak, mengapa harus bunug diri?
Sempat penduduk mengadakan ruwatan desa dengan mengadakan atraksi wayang, lantas situasi psikologis penduduk di daerah desa itu juga berangsur normal kembali
Masih diberitakan dari Okezone, menurut Sutino, tidak cuman mengadakan ruwatan, penduduk di dusunnya miliki kepercayaan, tiap-tiap ada masyarakat yang wafat lantaran gantung diri, penduduk langsung menggali tanah pas di bawah jasad korban. Kebanyakan, penduduk dapat temukan tiga bongkahan bola tanah basah. Penduduk yakin, bila bola tanah itu tidak diambil, maka bisa menebar ke penduduk yang lain.
Disamping itu, ketua Dewan Kebudayaan Gunungkidul, CB Supriyanto mengaku, sebagian warga Gunungkidul, masih meyakini terkait pertanda pulung gantung. Karena, warga menyaksikan, pertanda ini jadi realita serta bukan cuman mitos.
Pertanda bunuh diri di Gunungkidul tidak hanya perihal ekonomi. Karena sempat ada korban pulung gantung yang bertitel professor. Oleh karena itu, perihal mahluk halus yang diketahui jadi pulung gantung berubah menjadi satu diantara pembawa. Walau siapa saja jelas setuju, dalam agama atau sains masalah ini demikian susah untuk diterangkan.
Masalah paling akhir bunuh diri atas nama Rakiman Cipto Sudarmo, penduduk Wonosari Pulutan, pada Senin 13 Juni 2016. Sampai kini angka bunuh diri paling tinggi di Gunungkidul berlangsung pada tahun 2012, yang capai angka 39 orang. Lantas banyaknya itu turun pada 2013 berubah menjadi 29 masalah. Tahun seterusnya, adalah 2014 kembali turun berubah menjadi 19 masalah serta pada 2015 angka bunuh diri naik kembali berubah menjadi 31 masalah.