MENGULIK TAFSIRAN JOYOBOYO TENTANG NOTONEGORO
Mengulik Ijtihad Joyoboyo Perihal Notonegoro memperingatkan kita pada raja Kediri yg moksa
Ramalan Joyoboyo atau Jongko Joyoboyo, sampai sekarang masih amat masyur ditelinga penduduk Indonesia, utamanya di tanah jawa.
Kebanyakan penduduk kita masih mengakui ramalan-ramalan sang raja Kediri ini, lantaran dari waktu kemasa kian tampak tepat.
Tentang ramalan akan senantiasa berubah menjadi soal menarik sampai kapan saja, lepas dari pro-kontra, ramalan terus bikin banyak orang-orang ingin tahu.
Ramalan semata-mata perkiraan manusia biasa, yg mungkin salah serta mungkin benar, lantaran apa yg tampak sekarang mungkin beralih di 5 menit selanjutnya.
Sehebat apa pun peramal, tentunya alami salah, berikut ini bukti kalau tidak ada perkiraan manusia yg mampu menyusul sang pencipta.
Kita kembali lagi judul artikel kesempatan ini, apa penjelasan notonegoro dari bahasa serta apa arti yg terdapat dalam ramalan Joyoboyo ini.
Apa arti dari mengulik ijtihad Joyoboyo perihal Notonegoro ini?
Menurut uraian, kata “Noto Negoro” datang dari bahasa jawa yg punya arti (Noto = Merapikan, Negoro = Negara), merapikan negara/ penata negara.
Arti dari ramalan ini merupakan rumusan perihal raja/ penguasa, di negara Indonesia presiden jadi raja, juga sekaligus jadi lambang negara.
mengulik ijtihad joyoboyo perihal notonegoro
Kata Notonegoro sampai ini hari, masih disangkutkan dengan akhiran beberapa nama presiden Indonesia, walau kita semuanya tidak memahami perihal kebenarannya.
Kenapa kata “Notonegoro” berubah menjadi begitu disukai banyak orang, lantaran ada secercah angan-angan yg dituangkan dalam ramalan itu, kejayaan di saat depan.
Nusantara akan makmur jibar-jibur kalaupun udah di pimpin oleh Satrio Piningit, adalah ratu adil sesuai sama yg terbersit dalam Jongko Joyoboyo.
Ratu adil, satrio piningit atau raja ke-7, menurut ijtihad Jayabaya merupakan lambang kesejahteraan, keadilan, kemakmuran serta kejayaan Indonesia.
Arti Notonegoro, Indonesia akan jaya serta disegani dunia kalaupun udah di pimpin oleh raja ke-7, dari sinilah lantas mejadi suatu pembicaraan.
Apa benar raja ke-7 sama juga dengan presiden ke-7, sedang kalaupun disesuikan dalam kata “Notonegoro”, sampai sekarang cuma 2 nama saja.
Andaikata benar munculnya Ne, Go, Ro jadi pemimpin negeri yg berbudi bijak, punya arti masih ada 3 tangga buat ke arah ke sana.
Ramalan dari beberapa orang linuwih, kadangkala mempunyai kandungan arti yg memang serta arti yg keterbalikan, butuh wawasan yg dalam buat menerangkan.
Mengulik ijtihad Joyoboyo perihal notonegoro ini, tidak dapat kita artikan sendiri, ditambah lagi kalaupun cuma mencocok-cocokan, tentu saja soal yg ngawur.
Umpamanya kata notonegoro menjadi notonogoro, ganti “ne” berubah menjadi “no” ini jelas pemaksaan yg tidak berdasarkan betul-betul.
Penduduk kita masih senang “othak-athuk gathuk”, meski sebenarnya ini merupakan rumusan yg tidak benar, memaknai suatu ramalan tidak bisa cuma asal-asalan.
Timbulnya kata “NO-TO-NO-GO-RO” lantaran sehubungan dengan 3 nama presiden Indonesia, Soekarno/ Soeharto/ Susilo Bambang Yudhoyono, jadi ijtihad tidak benar.
Apabila menurut pakem, langkah Indonesia masih jauh buat menggapai kejayaan, lantaran Indonesia baru melalui 2 stage dari NO ke TO.
Sedang NE-GO-RO sampai saat ini masih berubah menjadi teka-teki, ada yg beranggapan kalaupun “Ne” nanti merupakan figur presiden di luar jawa.
Di luar nama Soekarno serta Soeharto seperti, Habibie, Gusdur, Megawati, SBY, Jokowi tidak mempunyai awalan maupun akhiran yg sesuai sama.
Masalah ini mengatakan kalau, cuma nama presiden Soekarno serta Soeharto yang pasti masuk dalam rumusan pakem “Notonegoro”.
Kecuali nama itu, kita masih menanti akan kebenarannya, apa benar waktu yg dijanjikan jongko Joyoboyo akan dapat dibuktikan?
Mengulik ijtihad Joyoboyo perihal notonegoro yg berlainan
Sehabis masa kemasyhuran presiden Soekarno serta Soeharto, penduduk senantiasa menghubung-hubungkan dengan beberapa nama presiden sesudahnya.
Susilo Bambang Yudhoyono sudah sempat disebut yaitu presiden yg masuk dalam daftar “noto negoro”, menurut saya bukan, lantaran akhirannya tidak cocok.
Ada juga yg beranggapan, Joko Widodo merupakan satrio piningit, lantaran beliau presiden republik Indonesia yg ke-7, menurut saya pun bukan.
Mesti ada nama Presiden dengan awalan atau akhiran “Ne”, baru disebutkan sesuai sama, seperti isi dari Jongko Joyoboyo yg begitu misterius.
Lihat realita yg berlangsung, Indonesia di jaman Jokowi-Jk sedang ke arah pergantian, walau sesaat ini masih carut marut disegala barisan.
Keseluruhannya, pergantian buat pergantian mulai memperlihatkan titik jumpa, biarpun demikian, tidak ada soal yg instant, semua dibutuhkan proses.
Angan-angan rakyat kecil seperti saya, semoga pergantian ke arah arah yg lebih baik bisa dibuktikan, agar dapat mengurai kepincangan.
Untuk banyak pakar kebatinan kejawen, budayawan serta pakar riwayat, mengulik ijtihad Joyoboyo perihal notonegoro berubah menjadi soal yg menarik.
Membuat negara dengan daerah yg luas, merupakan rintangan khusus untuk siapa-siapa saja sebagai penguasanya, dibutuhkan perjuangan fantastis.
Kekurangan serta kelebihan berubah menjadi irama khusus untuk satu orang pemimpin negeri ini, semua rezim mempunyai ketetapan yg senantiasa memetik pro serta kontra.
Kehidupan terus berjalan, tak usah mesti meresahkan perihal ramalan notonegoro, mungkin berubah menjadi realita akan tetapi bisa pula cuma kias.
Jongko Joyoboyo ceritakan, nusantara bisa menjadi unggulan dunia kalaupun udah dipegang oleh ratu adil serta satrio piningit.
Kapan “Ratu Adil” tampil di bumi pertiwi kita? biarkan bisa menjadi rahasia Allah yg maha segala-galaNya, mudah-mudahan kita lekas merasakan.